HasAn's bloG

sebuah Blog PribadiKu....:)

GELAR KYAI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT ISLAM DI JAWA

GELAR KYAI DALAM PERSPEKTIF
MASYARAKAT ISLAM DI JAWA

By: HasanMa'ruf

A.Pengertian Kyai Berdasarkan Pandangan Umum
Kyai adalah sebutan bagi alim ulama atau seorang yang cerdik dan pandai dalam agama Islam. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 437). Dalam Bahasa Inggris disebut sebagai pemimpin agama (tittle of religious leader). Kyai berarti pula sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun).
Kyai juga berarti orang yang sangat mengetahui atau menguasai ilmu agama Islam, (Sunarjo, 1980: 24).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, sebenarnya masyarakat secara umum memang memiliki pandangan tidak terlalu jauh berbeda terhadap penjelasan dari pengertian tersebut. Masyarakat umum cenderung mengetahui dan menganggap seorang kyai sebagai orang yang pandai dan fasih dalam ilmu agama, atau lebih spesifiknya mereka dikategorikan sebagai ulama yang dianggap sebagai orang-orang terpilih yang diberikan keutamaan lebih tinggi oleh Allah dibanding yang lainnya, karena sifat taat dan keilmuan tentang agama yang mereka miliki. Bahkan ada pandangan yang menganggap bahwa mereka adalah wali Allah (waliyulloh).
Hal tersebut dapat dilihat dalam fenomena saat ini, zaman sekarang banyak ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar kyai.
Masyarakat biasanya mengharapkan seorang kyai yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab-kitab yang ia ajarkan, ia akan semakin dikagumi, banyak perhatian dan penuh pengabdian kepada Tuhan dan tidak pernah berhenti memberikan kepemimpinan keagamaan. Seperti memimpin pada saat sholat berjama’ah, memberikan khutbah Jum’at dan menerima undangan pernikahan, kematian, dan lain-lain.
Kyai merupakan tokoh yang dianggap penting dalam masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya. Sebagian besar adalah merupakan pimpinan sebuah pesantren dengan tugas utama sebagai guru dan pembimbing rohani.
Secara teori, semua kyai adalah ulama meski dalam kenyataannya kemampuan pengetahuan Islam mereka beragam. Beberapa kyai memiliki pengetahuan mendalam, yang lain hanya memiliki sedikit pengetahuan agama.

B.Gelar Kyai dalam Perspektif Masyarakat Islam di Jawa
1.Masyarakat Islam di Jawa
Dalam buku Indonesian Heritage, kepercayaan di Indonesia di bagi atas lima agama yang telah umum diketahui masyarakat, namun khususnya di pulau Jawa beragam sekali kepercayaan yang dianut, diantaranya animisme, dinamisme, dan hinduisme yang sangat mempecayai ruh-ruh halus dan daya magis baik yang terdapat dalam pohon-pohon, maupun benda-benda yang mengandung unsur mistik, juga dianggap memiliki kekuaan Tuhan. Khususnya di Jawa masyarakat yang beragama Islam mereka dengan taat menjalani perintah agama di sisi lain mereka masih menyembah keris dan melakukan semedi serta melakukan ritual lainnya sebagai perantara untuk berhubungan dengan Tuhan.
Hal ini semakin melekat saja pada diri seorang kyai yang mengaku bahwa dirinya taat agama kepercayaan animisme dan hinduisme serta dinamisme yang disatukan ke dalam kepercayaan Islam telah menjadi budaya bagi mereka khususnya para kyai yang meyakini bahwa benda-benda bertuah seperti keris, batu-batu dan pohon-pohon semua itu dianggap memiliki daya magis dan kekuatan mistik yang tidak kalah kuat dengan kekuatan Tuhan.

2.Definisi Kebatinan (Kejawen)
Kebatinan merupakan bentuk kerohanian Jawa yang menggabungkan kepercayaan dan kegiatan keagamaan kuno orang Jawa dengan tradisi mistik Hindu, Budha, dan Sufi, ada kemungkinan kelompok kebatinan masa kini juga mengandung unsur kekristenan. Meski di luar Jawa juga terbentuk kelompok kebatinan namun sebagian besar berasal dari Jawa dan sebagian besar anggotanya pun orang Jawa. (Sunarjo, 1998: 231)
Arti kata kebatinan adalah “bagian dalam” konsep bagian dalam/ batin menuntut kita menuju inti pemahaman Jawa tentang mistik sebagai olah kehidupan batin seseorang. Berbeda dari kewajiban seseorang lahiriyah, sebagai seorang beragama perjalanan batin yang dilakukan adalah untuk menjadi orang baik terhadap sesama dan ambil bagian dalam ibadah umum untuk memuja Sang Maha Kuasa. Kehidupan batin dapat dicapai dengan cara memusatkan perhatian dan melupakan dunia melalui semedi sambil menunggu munculnya pengalaman yang secara kualitatif berbeda, Hindu, Budha, dan Islam (dalam bentuk sufi) masuk ke Jawa dengan membawa perihal cara semedi, masing-masing harapan yang pernah terjadi pada saat dunia batin terbuka lebar. Dewasa ini cara yang paling banyak dilakukan untuk mencapai dunia batin meliputi berbagai bentuk asketisme (bertapa, berpuasa, bergadang semalam suntuk, membiarkan diri di sengat matahari ataupun dingin), semedi mengatur pernafasan dan sebagai pelengkap disiplin diri melakukan permohonan pada dunia arwah.
Seseorang yang akan melakukan perjalanan kebatinan biasanya meminta petunjuk dapat diberikan oleh orang yang mempunyai kedudukan sebagai guru atau kyai. Oleh karena itu pada masa lalu berkembang minat diantara prajurit muda dan perampok untuk magang pada seorang guru agar dapat memperoleh kekuatan yang dapat membuatnya kebal.
Sekarang masih ada beberapa pelaku yang memamerkan kekebalan yang dimilikinya. Kepercayaan bahwa kegiatan semedi dan asketis dapat mendatangkan kekuatan adi kodrati juga membuat guru menjadi terkenal diantaranya orang-orang yang tidak ingin menjadi ahli kebatinan tetapi hanya memohon mantra untuk mengobati penyakit fisik atau murah rezeki dalam berniaga. Para ahli kebatinan yang mengabulkan permintaan bantuan serupa itu biasanya disebut kyai.
Berbagai kelompok kebatinan orang Jawa memiliki keragaman ajaran yang berkembang dari ajaran Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Sebagian diantaranya tetap melestarikan kepercayaan reinkarnasi sementara itu yang lain menolak. Beberapa kelompok kebatinan memusatkan pada orang suci atau dewa yang dianggap dapat membantu seseorang menemukan jalan menuju Tuhan, yang lain melarang dan lebih senang melakukan hubungan langsung pada yang maha kuasa. Banyak penganut kebatinan memelihara hubungan dengan dunia ghaib Jawa, mencari bantuan memecahkan masalah praktis, seperti perdagangan, politik dan cinta.
Konon, kebanyakan kekuatan Ilahi dinasti-dinasti Jawa bersemayam dalam benda-benda pusaka kerajaan, antara lain sejumlah keris dan tombak. Keris yang paling berharga dibuat dari besi dibubuhi “batu bintang” pada proses penempaan, yang sering kali didapatkan lewat mimpi, seorang pembuat keris yang handal akan berpuasa dan bersemedi sebelum menempa sebilah senjata. Mata senjata ini akan diberkati suatu kekuatan khusus melalui upacara yang diikuti pembuat keris (empu) sesuai keinginan calon pemiliknya. Seorang pencuri akan tahu bahwa kekuatan keris tersebut melawannya meskipun keris itu dapat dijual atau ditukar melalui suatu upacara keagamaan yang tepat.
Untuk menjaga agar kekuatan keris itu tidak hilang atau berubah negatif pemilik harus mengikuti berbagai kegiatan teratur antara lain upacara penyucian tahun pertama kalender Jawa (Syura atau Syawal), penyucian itu dapatmenyingkirkan pencemaran lingkungan yang mungkin mempunyai dampak negatif pada kekuatan dunia yang menyatu di dalam keris. Melalui laku kejawen, seperti semedi keris mampu menyerap kekuatan adi kodrati yang lebih besar. Dalam upacara penyucian dupa dan bunga rampai merupakan makanan “roh” yang bersemayam dalam keris. Keharuman dupa dan kembang setaman akan menyatukan pemiliknya dengan kekuatan keris.
Pada abad ke 19 kelompok Islam pembaru merasa prihatin karena dalam kehidupan budaya keagamaan kelompok kebatinan tetap melakukan hubungan dengan dunia ghaib. Sementara itu warisan Hindu yang tersebar dalam banyak ajaran kebatinan abad ke-20 menganggap permohonan kepada dewa merupakan perilaku yang sesuai untuk menuju pada yang Maha Kuasa dan suatu bantuan dibutuhkan untuk menuju pemahaman tertinggi tentang Tuhan. Sekalipun agar berbeda, tradisi Sufi Islam berpengaruh kuat terhadap kelompok kebatinan, sampai dengan abad ke-20 masih toleran atas sikap orang Jawa yang berhubungan dengan roh selain terhadap yang Maha Kuasa.
Sejak abad ke-19 terjadi ketegangan tajam antara orang Islam Jawa yang merasa agama diperalat untuk berurusan dengan penghuni dunia roh. Sementara itu orang Islam kejawen merasa wajib meneruskan hubungan mereka dengan para leluhur dan makhluk dunia roh, dan dalam waktu yang bersamaan orang jawa tersebut mengakui Allah, tuhan yang maha kuasa.oleh karena itu tradisi kejawen merupakan suatu ragam dalam spektrum kegiatan keagamaan orang Islam Jawa.
Dalam terdisi kejawen, arwah nenek moyang pendiri desa dipercaya selalu terkait dengan kesejahteraan warga desa, juga terkait dengan berbagai kategori dari roh-roh tersebut. Ada yang mengaitkan wilayahnya dari segi kesejarahan, atau legenda khusus dari setiap arwah. Roh penunggu disebut danyang. Danyang yang terkemuka semat, pamong seluruh Jawa, bantuannya diharapkan banyak orang. Selain itu, bantuan juga diharapkan dari tokoh-tokoh pemerintah yang berkuasa dari kalangan mistik roh lain yang banyak dupuja oleh sebagian besar kejawen adalah tokoh-tokoh legendaris (seperti wali songo dan juga para tokoh zaman Hindu).
Dalam mencari bantuan roh tertentu penganut kejawen berjiarah ke makam atau tempat lain yang berkaitan dengan roh yang bersangkutan. Apalagi mereka mempunyai kepentingan pribadi peristiwa adat yang sangat lazim dilakukan seperti kelahiran, pernikahan dan kematian mampu mengumpulkan orang untuk memanggil arwah. Pada dasarnya “selamatan” merupakan upacara agama dengan jamuan makan yang dipimpin oleh seorang pemuka Islam namun ada sesajen untuk dunia roh, saling menghargai antara manusia dan dunia roh akan menciptakan keselarasan (selamat) dan kemakmuran yang merupakan nilai inti tradisi kejawen.
Tradisi kejawen mengenal banyak jenis makhluk adi kodrati, yang paling dekat dengan seseorang adalah roh saudara yang lahir bersamaan dengannya dan mengiringi sepanjang hidupnya sebagai pasangan pembantu poensial. Roh bersaudara ini dihormati dengan sesajian dengan perayaan hari kelahiran seseorang yang terjadi tiap 35 hari ketika hari pekan Jawa yang terdiri atas lima hari itu kebetulan muncul bersamaan dengan hari pekan umum berepatan orang tersebut lahir. Murid-murid, seorang guru dan para relasi lain boleh mengikuti acara upacara bila tidak upacara tersebut biasanya merupakan suatu acara pribadi, hal ini adalah inti kegiatan tradisi kejawen.
3.Gelar Kyai di Kalangan Muslim Jawa
Pada umumnya, masyarakat menilai bahwa kyai adalah sepenuhnya ulama yang sangat mengetahui dan menguasai agama Islam tanpa diteliti terlebih dahulu unsur apa yang digunakannya. Mereka menganggap bahwa kyai adalah seorang yang sangat memahami agama Islam dan tidak mengenal unsur lain kecuali unsur Islam. Akan tetapi anggapan tersebut kebanyakan kurang tepat dan menyimpang dari makna yang sebenarnya.
Pada kenyataannya, pemberian gelar kyai banyak sekali yang menyimpang dari makna sebenarnya. Nama kyai tersebut hanya digunakan sebagai topeng untuk menutupi kesesatan dengan cara menyusupkan ajararan-ajaran Islam. Dengan kata lain, kemasannya Islam tetapi isinya kesesatan.
Di sisi lain, kyai juga merupakan sebuah unsur penting yang membidani lahirnya pesantren-pesantren. Atau dengan kata lain, kyai merupakan cikal bakal dari sebuah pesantren. Sehingga kelangsungan hidup sebuah pesantren sangat bergantung pada kemampuan pesantren tersebut untuk memperoleh seorang kyai pengganti yang berkemampuan cukup tinggi pada waktu ditinggal mati oleh kyai yang terdahulu (Sunarjo, 1980:61).
Namun, kebanyakan masyarakat muslim di jawa menyimpulkan bahwa seorang kyai adalah orang yang memahami agama Islam, padahal jika ditinjau kembali kyai adalah sebutan bagi benda-benda bertuah yang memiliki kekuatan magis atau gaib.
Sebutan kyai yang telah melekat di sebagian besar masyarakat muslim di jawa nampaknya sangat sulit untuk dihilangkan, tetapi juga sangat tidak terpuji jika dibiarkan begitu saja khususnya oleh umat Islam yang beriman kepada Allah SWT. Sebagai orang Islam yang benar-benar yakin akan ajarannya tentu tidak akan sembarangan dalam memberikan gelar kyai kepada seseorang yang hanya sedikit dalam memahami ajaran Islam.
Setelah ditinjau lebih jauh, ternyata gelat kyai tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang diinginkan karena gelar kyai hanya sebuah sebutan dari leluhur yang berkaitan dengan kejawen dan kebatinan. Hal ini dibuktikan dengan adanya upacara keagamaan yang seringkali dilakukan oleh masyarakat muslim di jawa sebagai syarat dan perantara untuk beribadah kepada Allah SWT. Kyai juga seringkali melakukan bidah seperti mengadakan saweran dalam pernikahan serta mengadakan tahlilan dalam acara kematian yang padahal sudah jelas sekali ajaran-ajaran tersebut tidak ada dalam Islam.
Tapi nampaknya para kyai sering kali mempimpin kegiatan tersebut tanpa disadari bahwa kegiatan-kegiatan tersebut tanpa disadari bahwa kegiatan-kegiatan tersebut adalah unsure lemusyrikan. Oleh sebab itu, janganlah terjebak oleh sebutan kyai karena tak selamanya gelar kyai itu orang yang sangat memahami dan menguasai ajaran Islam melainkan gelar kyai itu cenderung mengarah kepada bid’ah tahayul dan musyrik.
Setelah dikaji ulang gelar kyai ternyata tidak hanya identik dalam tradisi pesantren tetapi kyai juga sangat erat kaitannya dengan agama diluar Islam misalnya menurut kepercayaan animism dan dinamisme, nama kyai dalam keyakinan ini sering digunakan untuk memanggil roh nenek moyang dan arwah leluhur. Padahal cukup jelas bahwa Allah menyampaikan wahyu melalui Nabi untuk menuntun umatnya kepada jalan yang lurus tanpa melewati jalan kesesatan dan Allah telah mewariskan kitab (Al-Qur’an) kepada orang-orang yang terpilih.
Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Fathir ayat 32 :
“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.
Namun dalam hal ini para kyai khususnya yang memahami ajaran Islam tidak lagi memperhatikan apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka cenderung mengajak umat ke dalam kesesatan, mereka berabligh hanya untuk dirinya sendiri mereka tidak lagi member uswah yang baik terhadap umat.
Oleh karena itu kehadiran kyai sangat mengkhawatirkan bagi keselamatan umat. Bagaimanapun perilaku keseharian mereka menjalani agama Islam sehingga banyak menyesatkan umat.
Dan tidak sedikit para kyai mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah yakni mereka menyembunyikan pengetahuan yang ada dalam dirinya.
Mereka tidak menyampaikan apa yang diperintahkan Rasul sebagaimana sabda Rasul yang artinya : “Sampaikanlah apa yang kamu terima dari saya walaupun hanya satu ayat” (HR. Bukhari).
Jadi tidak sepatutnyalah seseorang diberi nama gelar kyai dengan tujuan menuntun umat ke jalan yang sesuai tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan yang diajarkan Rasulullah, ternyata memalingkan ajaran tersebut dengan menyatukan yang hak dan yang bathil melalui jalannya tahayul, bid’ah dan khurofat yang jelas jelas sangat menyesatkan umatnya.
Sekiranya kita lebih pantas dan aman dengan member gelar ustadz yang sekiranya jauh dari jalan kesesatan tanpa adanya campuran ajaran tahayul, khurofat dan bid’ah. :)

1 komentar:

Posting Komentar